Xin Chào Saigon!

Hi guys! Long weekend has arrived!
Jadi, apa yang kalian lakukan untuk mengisi libur panjang kali ini? Jalan-jalan, nonton, nge-game? 
Long weekend bagi kebanyakan orang, adalah saat yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga atau orang-orang yang terkasih. Atau hanya untuk beristirahat. Whatever it is, I hope you make it worth and memorable yah!

Jadi, gue juga mau cerita dikit nih tentang kegiatan gue saat long weekend minggu lalu.

Have you ever go to Vietnam?
What are you thinking when someone say 'Vietnam'?
Not really much, eh?

Gue juga. Saat gue diajakin temen gue buat liburan bentar kesana, lebih tepatnya ke Ho Chi Minh City alias Saigon, gue nggak se-tau itu tentang Vietnam. Yang terlintas di pikiran gue, cuma ibu-ibu tani yang bertopi caping make baju khasnya sana yang bikin orang-orang terlihat slender and slim itu. It is not that popular if we compare to Singapore or Thailand, or Malaysia. Nah, karena itu, didasari dengan rasa kepo dan kesempatan (mumpung lagi ada duit, long weekend, dan travel buddies), berangkatlah gue dan dua temen gue yang semuanya cewek (let's call 'em Asti & Heldy).


Sabtu, 22 April [3.30 pm]

Pertama kali, menginjakkan kaki di HCM City. Tân Sơn Nhất International Airport. Bandaranya terang, ngga terlalu ramai, dan model kerangkanya mirip-mirip sama Terminal 3 Soetta. Saat keluar dari bandara, wow. Panas banget! Kata orang sana, suhu rata-rata di siang hari bisa mencapai 37 derajat celcius. Wow! Sampai-sampai ada jokesnya;

"Here, we only have two seasons, Hot, and really hot."

Omong-omong, kami bertiga disambut sama tiga orang cowok temennya Asti, yang untunglah native Vietnam (namanya Hiep/Steve, Pham, dan Thanh, agak susah ya? Hehe). You guys will find out soon why I said 'untunglah'.

Singkatnya, kami bertiga langsung pergi dengan taksi ke hostel yang sudah di-booking (3 orang itu motoran, jadi mostly kita jalan-jalan dengan naksi atau jalan kaki). Dari bandara menuju hostel dibutuhkan waktu kira-kira setengah jam. Hostel tujuan kami, terletak di District 1, area pusat keramaian dan pemerintahan kota Ho Chi Minh.
..And the story begins!

Sepanjang perjalanan, kami sudah disuguhi dengan pemandangan kota Ho Chi Minh yang sangat ramai. Gedung-gedungnya perpaduan antara nuansa kolonial dan model modern, berhimpitan membentuk blok-blok yang memadati kota. Dan tidak banyak warna yang menghiasi kota ini. Kebanyakan bangunan dicat dengan warna senada kuning krem, putih gading, atau cokelat bata. Dan hampir di setiap pojok bangunan, selalu dipasang bendera negara. Sekilas, rasanya seperti memasuki kawasan kota lama di tahun 1940-an. Meski padat, namun selalu ada ruang terbuka yang difungsikan sebagai taman-taman kota di sana-sini. Taman-tamannya pun tidak tanggung-tanggung. Ditumbuhi dengan pepohonan yang meninggi dan rerumputan hijau, jalur untuk berjalan dan kursi-kursi tetap tersedia dengan rapi.


Dan yang paling menarik dari perjalanan singkat menuju hostel ini adalah, lalu lintas Ho Chi Minh yang kelewat padet!! Serius nih. Seems like everyone's riding motorbike! Dari bandara sampai hostel, rasanya gak berhenti-berhenti pesepeda motor memenuhi jalanan. Bukan cuma itu, bus kota yang sekilas mirip-mirip kopaja-nya Jakarta, dan mobil-mobil juga gak kalah padet! Macet sih enggak, tapi padetnya itu loh. Tetep jalan sih. Mungkin karena banyak persimpangan jalan juga, jadi gampang bikin kendaraan numpuk.


Biaya argo taksi dari bandara sampai Vinh Hostel yang terletak di Phạm Ngũ Lão street (area turis backpacker) sebesar 150k VND atau sekitar 87k IDR. Sepanjang perjalanan, kami bertiga ngga pernah ngobrol sama supir taksinya. Alasannya? Doi ngga bisa bahasa Inggris :( Jadi tadi berangkatnya, doi dikasih arahan hostel sama temen kita yang native speaker itu.



credit : Booking.com


Omong-omong, Vinh Hostel ini cukup murah bagi para backpackers. Biaya menginap total 3D2N sebesar 828k VND atau 483k IDR untuk 3 orang. Lokasinya sangat strategis, tv dan air panasnya berfungsi dengan baik, meskipun ACnya kurang dingin -_- . Begitu sampai hostel dan check in, kami langsung naruh barang dan caw lagi. Ga mau rugi waktu banget hehe. Di bawah, trio Vietnam sudah menunggu, lengkap dengan Grab Taxi yang sudah mereka pesan. Khusus buat transport, kami serahkan ke para travel guides ini, karena yah bahkan supir Grab dengan mobil paling bagus pun, ngga ada yang bisa bahasa Inggris :"(


[5 pm]

Because of totally starving, our first destination is.. EATING!
Bertempat di daerah/quận Bà Lâm, Phở Gà merupakan kedai makanan yang menjual phở dan menu lainnya. Tapi, menurut temen-temen baru kita, menu yang spesial disini adalah Bebek rebus dan white rice.





Bebek rebus ini dimasak dalam kaldu agak lama, sehingga rasanya tidak hambar dan dagingnya empuk. Disajikan dalam porsi besar, dan sudah dipotong-potong, tampak sekilas seperti berantakan karena memang ga ada indah-indahnya haha. Bebeknya ditumpuk begitu saja dengan sayur mayur rebusan dan bawang goreng di atasnya. Tapi tunggu sampai dagingnya masuk mulut. Hmm. Ohya bebek ini dimakan dengan semacam saus pedas yang dicampur dengan irisan jeruk nipis dan cabai rawit. Rasanya? Gurih-gurih nyoi gitu haha. Mengenai white rice, gue ga bisa kasih gambaran rasa nih. Soalnya, nasi bubur berkuah putih ini mengandung irisan hati babi yang notabene gue kan ga boleh makan hehe. Tapi kata temen gue sih enak gitu. Selain itu, ada gorengan yang kayak cakwe juga nih. dimakannya barengan sama bebek tadi. Untuk minumnya, kami pesen es teh. Rasanya? Kayak minum kembang, hahaha. Ga ada manis-manisnya, tapi it's still ok. Untuk porsi besar ini, total harga cukup berkisar 450k VND (udah kenyang banget dan masih ada sisa buat dibungkus), atau sekitar 262k IDR.


[7 pm]

Setelah kenyang, tujuan berikutnya adalah.. City Hall, salah satu ikon kota Saigon. Tapi, mengingat saat itu adalah malming, dan kondisi kota amat sangat ramai, taksi yang kita naiki terjebak macet parah. Jadi kami turun untuk menghemat waktu, kira-kira dibutuhkan lima menit lagi dengan berjalan kaki untuk mencapai City Hall. Yah itung-itung jalan-jalan lihat-lihat kota dari dekat lah. Nah disini kami menemukan satu keunikan lagi. Ho Chi Minh city memang cukup mengakomodir pejalan kaki dengan menyediakan trotoar di hampir seluruh ruas jalan. Trotoarnya pun ga tanggung-tanggung, lebar dan bagus dilengkapi lampu-lampu jalan. Kira-kira muat sampai lima orang berjalan sebaris bareng lah. Tapi, sayangnya itu hal yang susah banget terjadi. Kenapa? Ternyata motor-motor gak jarang ada juga yang melintas di atas trotoar! Aduh, haha. Jadi harus tetep hati-hati nih. Walaupun ngga selalu dan ngga banyak, tapi kaget juga kalau kita udah jalan tenang di trotoar tetiba di-klakson-in sama motor dari belakang, hahah. Dan sepertinya, kondisi ini cukup normal disana karena tidak ada yang didenda akibat prilaku ini. Saigon's traffic is really a challenging one!



Sesampainya di area Bến Nghé, Quận 1, kami langsung berdecak kagum melihat kawasan seluas ini, hingar bingar dengan keramaian pengunjung dan turis. Area ini merupakan deretan gedung bergaya kolonial Prancis yang membentuk ruang terbuka yang sangat luas. Pagar dari dua deret blok perkantoran dan pertokoan, berujung pada Gedung utama area ini, yang tak lain adalah Ho Chi Minh City Hall itu sendiri. Ketika kita berdiri di tengah-tengah kawasan ini, rasanya seperti berada di zaman kolonial, namun dengan dikelilingi oleh brand-brand lokal dan mancanegara papan atas. Yup. Area ini merupakan lapangan metropolis bagi penduduk Saigon. Terdapat banyak street foods, kafe, toko, maupun kantor-kantor swasta dan pemerintahan yang mengelilingi balai kota tersebut. Belakangan kami tahu, kalau hanya di hari weekend dan hari-hari tertentu saja jalanan disini bebas kendaraan bermotor. Jika sudah masuk hari kerja, padatnya bisa dibayangkanlah!

Mengenai City Hall sendiri, dari jauh sudah terlihat bagus.. Dari dekat, wow, magnificent! Kami beruntung karena they said it is better in night view! Dan malam itu cukup cerah untuk mengagumi tata arsitektur gedung yang berhias puluhan lampu tersebut. Tak jauh di hadapan bangunan, berdiri patung Ho Chi Minh, atau founding father dan pimpinan revolusioner komunis dari kota ini. Menjulang dengan berpose gagah menyambut pengunjung, spot ini biasa dijadikan foto bagi para turis. Pokoknya, kalau ke Ho Chi Minh city tapi belum sempat berfoto dengan si bapak ini, then you were never here! Gak afdol katanya.




[9.30 pm]



Sebelum beristirahat tidur, kami menyempatkan diri melihat-lihat Saigon Central Market yang merupakan festival street food kecil-kecilan, yang kebetulan sedang diadakan pas long weekend itu. Pas banget letaknya, cuma tinggal nyeberang dari depan hostel. Yakni di 23rd September Park. Di kios-kios tenda ini banyak yang berjualan snack, makanan berat, sampai pakaian dan aksesoris. Harganya fix, karena sudah tertera di depan kios masing-masing, jadi ga bisa tawar menawar. Tapi menurut gue, harganya masih makes sense dan cukup murah. Untuk makanan jika dihitung-hitung, berkisar antara 10k-30k IDR. Mostly, makanan yang dijual merupakan gorengan atau bakaran berupa daging-dagingan dan seafood, dan ada juga berupa summer punch yang dibuat dari berbagai macam buah yang dibandrol dengan harga 15k-20k IDR. Murah ya? Makanya tempat ini sesak dengan turis dan pengunjung lokal.


Minggu, 23 April [8 am]



Yuhhhuu. Sudah ganti hari nih. Pagi itu kami mulai dengan sarapan menu khas Vietnam, yakni phở, Phở24 yang terletak di jantung kota, sampingnya Diamond Plaza. Katanya sih kedai ini legendaris dan sudah bertahun-tahun menjadi favorit orang sana. Phở merupakan sup mi dengan daging berkaldu, dilengkapi dengan berbagai sayur daun dan kecambah. Eits, tenang. Phở yang kami beli ini ga mengandung babi kok. Kaldu dan daging yang dipakai berasal dari ayam dan sapi. Mi yang dipakai berwarna putih, seperti udon-nya Jepang, tapi lebih kecil. Honestly, it's my first time to eat phở. Kalau menilai dari cover sih, rasanya kayanya hambar deh, karena kuahnya bening banget! Terus dagingnya kok kayak belum mateng ya? Masih pink :( Belum lagi sayurnya yang buanyak buanget. But, we can't judge a food from its cover right? (wait.. that quote doesn't sound right.. ah yasudalah). Akhirnya dengan kuah yang masih mengepul, gue mulai mencoba. Dan rasanya...... ahhh enak bangetttttt!!! Beneran nih, enak banget! Kaldunya berasa, dan dagingnya uda mateng kok cuma they cooked it just right, empuk banget! Mi-nya sendiri juga kenyal dan teksturnya lembut. Semangkok phở ini biasa dicampur sama saos cabe dan semacam saos tomat sini, but I advice you to just eat it originally. It's already tasty! Untuk harganya, cukup merogoh kocek sebesar 39k-69k VND per mangkok, atau sekitar 23k-41k IDR saja.




[9 am]



Berikutnya, kami minum kopi di tempat kopi yang katanya juga legend, Trung Nguyên Legend Café. Tempatnya cukup di sebelah kedai phở tadi. Disini, kita bisa melihat secara langsung cara membuat kopi Vietnam, dan juga bisa membeli bubuk kopi Vietnam asli. Tempatnya asik, bersih, dan terang. Dan disini, mbak-mbak waitress sama mas-mas waiternya ngerti bahasa Inggris :") Jadi ga usah khawatir, kita bisa bebas tanya-tanya menu dan produk lainnya. Untuk harga minumannya bervariasi. Yang spesial sih, kopi hitam Vietnam, seharga 90k-an VND atau 55k IDR. Katanya sih kopi hitam Vietnam itu rasanya 'greng' banget alias kuat banget. Bagi yang ga kuat lidah dan perutnya, ga dianjurkan.. Bisa pesan yang lain kok. Kalau gue sih kemarin coba kopi susunya, enak juga. Komposisi kopinya ngga berlebihan tapi susunya juga berasa. Cukup dengan 50k VND atau 30k IDR saja. Buat produk-produk kopi yang bisa dibawa pulang pun harganya beragam, yang pasti masih aman di kantong lah.


[10 am]

Masih di satu area yang sama, cukup dengan berjalan kaki lima menit, kita sudah mencapai Saigon Notre-Dame Basilica. Katedral ini merupakan katedral terbesar di Saigon, dengan gaya Perancis abad pertengahan, katedral ini menjulang dan menjadi salah satu landmark Ho Chi Minh city yang harus dikunjungi. Gue juga suka sama arsitekturnya yang seolah membawa kita ke zaman pertengahan Eropa dulu, berasa di puri atau kastil gitu. Sebagai salah satu katedral kota, hampir setiap weekend selalu ada saja pasangan-pasangan yang menikah atau menggelar foto pre-wed disini. Jika kalian ingin melongok ke dalamnya, pastikan bukan hari Minggu ya, karena ada ibadah Minggu dan pengunjung tidak diizinkan untuk masuk. Nah, tapi katedral tetap buka di hari lain kok.



Persis di seberangnya, terdapat Saigon Central Post Office. Sama seperti bangunan lainnya, kantor pos ini sudah ada sejak zaman perjuangan dan gak lepas dari desain kolonialnya. Kantor pos ini masih beroperasi hingga sekarang loh. Mereka juga menawarkan jasa pengiriman kartu pos mancanegara. Jadi jika kalian ingin langsung mengirim kartu pos ke rumah, bisa langsung dikirim nih! Sebagai objek wisata turis, kantor pos ini menjual berbagai macam handicrafts khas Vietnam, seperti baju, patung, kartu pos, dan berbagai pernak pernik lainnya yang berbau Vietnam. Tapi, harganya sih masih lebih mahal dibandingkan kalau kita belanja di luar... 



Tidak seberapa jauh dari sana, dengan berjalan kaki sekitar sepuluh menit menyeberangi main boulevard, kita sudah sampai di tujuan berikutnya, yakni Independence Palace (Reunification Palace), atau semacam Istana Merdeka lah. Istana ini dibuka untuk umum setiap harinya dari jam 9 pagi hingga 5 sore, dengan lunch break sekitar jam 12 hingga 1 siang. Agar bisa melihat-lihat di dalamnya, kita harus membeli tiket sebesar 40k VND atau 23k IDR per orang. Di sana juga tersedia jasa pemandu untuk membawa berkeliling sambil menjelaskan sejarah Ho Chi Minh city. Tapi kalau saran gue sih, bagi kalian backpackers, ga usah hehe. Karena di setiap ruangan/objek sudah terdapat penjelasan dalam bahasa Inggris, dan di kios pembelian tiket disediakan pula brosur gratis mengenai Independence Palace (apalagi buat kami bertiga yang sudah punya tour guide sendiri hahah). Di sini, kita bisa melihat ruangan-ruangan bersejarah yang menjadi saksi bisu revolusi Ho Chi Minh city di masa lampau. Interior tetap dirawat sebagaimana aslinya, sehingga seolah-olah kita bisa ikut merasakan lika liku politik saat itu.


[12 pm]




Jam makan siang akhirnya tiba! Kedai makan tujuan kita kali ini adalah Gà Nướng Anh Tư yang berlokasi di 449 Lê Quang Định, P. 5, Quận Bình Thạnh. Kedai yang letaknya nyempil di gang ini punya menu spesial berupa ayam goreng! Ayam goreng ini sudah dibumbui sebelum dimasak, hampir tidak berminyak, dan rasanya gurih banget! Ayam ini disajikan per ekor, jadi cocok banget untuk santapan rame-rame. Tapi, bagi kalian pecinta nasi, jangan kecewa ya. Karena disini ayam ini dimakan dengan roti baguette, bukan nasi hehe. Sebagai pelengkap, ada saos pedas yang dibarengi dengan serpihan garam padat plus cabe kering plus irisan jeruk nipis. Jadi menurut orang sana, ayamnya dimakan dengan bumbu garam, sedangkan rotinya dicelup dalam saos tersebut. Rasanya? Gurih, asin, pedas, jadi satu! Enyakk~ Harganya kira-kira per orang harus membayar sekitar 70k VND atau 40k IDR.


[2 pm]


Berikutnya, kami mampir di Chùa Vĩnh Nghiêm, atau Pagoda Vĩnh Nghiêm. Pagoda ini termasuk salah satu pagoda terbesar di Ho Chi Minh city. Dengan arsiktektur khas tradisional Vietnam, bangunan ini berdiri dan tidak pernah sepi pengunjung. Untuk para turis diperbolehkan masuk, namun tidak mengganggu dan tetap menghormati jalannya peribadatan ya!



Kunjungan berikutnya adalah Gia Long Palace. Istana ini sebelumnya dijadikan markas besar atau headquarter bagi Jepang saat masa PD II, dan Perancis saat perang Indocina pertama. Saat ini, bangunan yang sarat akan sejarah tersebut dibuka untuk umum sebagai museum revolusioner Vietnam. Dengan membeli tiket sebesar 15k VND atau 9k IDR per orang, kita sudah bisa mengakses ke dalam dan mengintip perjalanan revolusioner Vietnam. Gedungnya sih sudah tua, tapi masih cukup terawat. Namun, bagi kalian yang sudah pernah mengunjungi Lawang Sewu Semarang, gedung ini mirip banget deh, 11-12!



Nah setelah berjalan-jalan cukup lama seharian ini, jangan lupa menghadap Yang Maha Kuasa. Kami meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 20 menit untuk menuju masjid terdekat, yaitu Masjid Musulman (Saigon Central Mosque), yang ternyata terletak di area sekitar City Hall, tepatnya di samping Sheraton Hotel. Masjid dengan gaya kuno ini tetap bersih dan menyejukkan hati, meski berdiri di tengah-tengah gedung metropolis sekitar. Di sekelliling masjid juga banyak terdapat restoran halal, dengan mayoritas makanan yang ditawarkan berupa makanan Timur Tengah dan India.


[4.45 pm]

Satu landmark lagi yang kami singgahi sebelum malam, yaitu Ben Thanh Market! Pasar modern yang buka setiap harinya hingga pukul setengah 6 sore ini merupakan pusat oleh-oleh khas Vietnam. Berbagai macam pernak pernik ditawarkan disini. Mulai dari kaos, kain, tas, pecah belah, hingga kerajinan tangan, lengkap disini. Dan tenang saja, para penjualnya sudah biasa bertemu dengan para turis, sehingga mereka lancar berbahasa Inggris bahkan Melayu. Namun, seperti halnya pasar lainnya, jika ingin membeli disini haruslah pintar menawar. Jika kalian punya teman native Vietnam, jangan sungkan untuk minta bantuannya menawar yaa.. hehe. Ohya kabarnya disini termasuk daerah rawan copet, jadi tas atau dompetnya tetap dijaga ya!


[7.30 pm]




Malamnya, kami memilih berjalan-jalan malam di sekitar area hostel. Pertama-tama kami membeli teh khas Vietnam di Phuc Long Coffee and Tea Express. Berbagai rasa dan bungkus tersedia untuk kopi dan teh yang bisa dibawa pulang, dengan pilihan harga yang bervariasi juga. Kafe kopi dan teh ini bisa kalian temukan di banyak sudut kota Ho Chi Minh. Teh spesialnya adalah rasa Lotus, Ti Kuan Yin, dan Black Rose.



Setelahnya, kami melewati Bui Vien street, yang menjadi pusat keramaian turis-turis asing yang ingin menikmati hiburan malam. Hmm kalau kami bertiga sih atas dasar pengen tahu aja kok, cuma numpang lewat, hehe. Rupa-rupanya, sepanjang jalan ini sama persis kayak di Legian Bali! Isinya berderet-deret klub dan kafe, serta beberapa toko cinderamata menyembul diantaranya.


Senin, 24 April [8.30 am]




Yap hari terakhir di Ho Chi Minh city tiba juga. Pagi ini kami sarapan dengan bánh mì di kedai Bánh Mì 362 yang berada persis di depan The University of Social Sciences and Humanities Vietnam (USSH). Bánh mi merupakan menu khas Vietnam, berupa roti baguette yang diisi dengan potongan berbagai herbs segar dan berempah, serta suwiran daging (bisa berupa daging babi, ayam, sarden, maupun telur). Harganya cukup 28k-35k VND atau paling mahal 21k IDR. Kalau gue sih ga begitu suka, karena bumbunya ngga begitu berasa, dan sayurnya hmmm bejibun! Ukurannya besar dan dijamin kenyang karena banyak sayurnya, hehe.




Kunjungan terakhir adalah Đường sách TP HCM yang letaknya berdekatan dengan kantor pos Saigon. Jalanan ini merupakan area toko buku bekas terbesar di Ho Chi Minh city. Tak hanya menjual buku-buku secondhand, berbagai kartu pos lucu juga dijajakan, lengkap dengan kafe-kafe yang memberi layanan membaca buku gratis.

Yappp finally the end of our short vacation! Intinya sih, kalau ke Ho Chi Minh city, yang bisa dilakukan adalah city tour dan wisata kuliner (tapi harus pinter-pinter milih ya yang muslim.. hehe). Jika ingin wisata alam, harus menyiapkan budget lebih banyak untuk berpindah kota. But, overall, Ho Chi Minh city is interesting and has a really nice and sunnny weather!

Cảm ơn bạn, Saigon! Hẹn gặp lại!


Comments

Popular Posts